Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen
berbasis sekolah (MBS) adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih ke
sekolah-sekolah dan meningkatkan keterlibatan langsung dari komunitas sekolah
(kepala sekolah, guru, mahasiswa, staf, orang
tua dan masyarakat) dalam pengambilan keputusan dalam rangka meningkatkan
kualitas sekolah di bawah
kebijakan Departemen Pendidikan Nasional (Fadjar 2002). Konsep MBS
telah menarik ahli pendidikan di Indonesia pada akhir 1990-an, dan itu secara
resmi diadopsi sebagai model manajemen sekolah di Indonesia dengan disahkannya
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Konsep MBS dipilih didasarkan
pada paradigma desentralisasi pendidikan yang diterapkan untuk memecahkan ketidakefektifan
dari paradigma pendidikan sentralistik yang sebelumnya diterapkan di Indonesia.
Manajemen
pendidikan sentralistik tidak mendidik manajemen sekolah untuk kreatif mengembangkan
organisasi sekolah, mengembangkan kurikulum, mengelola fasilitas dan belajar sumber
daya, maupun mengembangkan partisipasi masyarakat. MBS membuat komunitas
sekolah yang peserta aktif terlibat dalam membuat keputusan dalam kaitannya
dengan program-program sekolah termasuk kurikulum dan strategi pembelajarannya.
Berbagai
negara donor melaksanakan proyek percontohan pada pengembangan manajemen
sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk membantu dalam proses desentralisasi
pendidikan di beberapa daerah Indonesia. Sebagai contoh, Pemerintah Jepang
melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) telah melakukan studi
pada pelaksanaan pengembangan model MBS, melalui partisipasi dalam sub-distrik
masyarakat dalam Program Peningkatan Pendidikan Daerah (REDIP) di lima
kabupaten di dua provinsi, Jawa Tengah dan Sulawesi Utara pada tahun 1999-2004
dan kemudian diperpanjang sampai pada tahun 2008 di provinsi lain (JICA 2008).
Model REDIP juga diterapkan di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dalam rangka untuk
merekonstruksi pendidikan setelah Tsunami terjadi pada tahun 2005. Dalam contoh
lain, Pemerintah AS melalui USAID mendukung Managing Basic Education (MBE)
Project di tahun-tahun 2003-2006 (The Mitchell Group Inc 2007) untuk
menjalankan manajemen berbasis sekolah dan berbasis masyarakat dengan penekanan
pada pelatihan untuk SD dan guru SMP untuk melaksanakan, kreatif aktif,
efektif, dan menyenangkan program pembelajaran (selanjutnya disebut sebagai
"PAKEM") di empat propinsi (Jawa Timur, Jawa Tengah, Nanggroe Aceh
Darussalam, dan Jakarta).
Dalam
era desentralisasi, perluasan pendidikan akan sangat tergantung pada
kepemimpinan politik di daerah otonom (kabupaten / kota). Selanjutnya upaya
untuk mempertahankan dan memperluas inovasi MBS dan partisipasi masyarakat yang
diprakarsai oleh Pemerintah pusat dan bantuan luar negeri yang kemudian
tergantung pada kemauan pemerintah daerah dan ketersediaan anggaran untuk
mendukung program. Sementara itu, pelaksanaan MBS di tingkat sekolah akan
tergantung pada kepemimpinan kepala sekolah. Pada saat ini ada perbedaan antar
daerah dan sekolah di pelaksanaan MBS. Upaya jangka panjang yang dibutuhkan oleh
pemerintah pusat dan daerah untuk
mendukung sekolah-sekolah untuk menerapkan MBS secara efektif. Namun diyakini
bahwa pelaksanaan MBS merupakan faktor penting dalam reformasi sekolah di
Indonesia terhadap mendirikan sekolah-sekolah yang mampu bekerja secara
independen dan mendapatkan dukungan dari para stakeholder serta masyarakat
setempat.
Kesimpulan
Manajemen Berbasis Sekolah
merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan
kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi, dan pemerataan
pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta
menjalin kerja sama yang erat antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah.
Dengan adanya implementasi Manajemen Berbasis Sekolah diharapkan dapat
meningkatkan mutu pendidikan yang ada saat ini. Manajemen Berbasis Sekolah
merupakan faktor penting dalam reformasi sekolah di Indonesia terhadap
mendirikan sekolah-sekolah yang mampu bekerja secara independen dan mendapatkan
dukungan dari para stakeholder serta masyarakat setempat.
Dengan
adanya desentralisasi dalam kependidikan di Indonesia pemerintah haruslah mempertahankan serta memperluas inovasi MBS
ke seluruh pelosok daerah agar adanya keadilan anak bangsa dalam mengenyam
pendidikan. Disini terlihat jelas harus adanya kemauan pemerintah pusat,
pemerintah daerah, serta masyarakat untuk memaksimalkan dana yang ada untuk
digunakan seefektif mungkin dalam mengelola pendidikan. Dengan ada banyaknya
negara donor yang melakukan riset dan percontohan tentang MBS di Negara kita, angin
yang baik untuk sistem pendidikan kita untuk mengimplementasikannya sebaik
mungkin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar